Minggu, 18 Mei 2014

The Light Shines

Diposting oleh Farida Citra di 21.48

Matahari sudah tergelincir ke arah Barat, dan warna langit semakin berubah menjadi gelap, warna senja indah itu sudah tergantikan oleh warna hitam pekat yang terasa menyeramkan. Lampu-lampu di lalu lintas satu persatu menyala, berlomba-lomba untuk menjadi yang paling terang. Lampu depan dari kendaraan pun ikut menerangi gelapnya malam kali ini.

Lalu lintas semakin malam semakin padat, mobil-mobil memenuhi setiap jalan tanpa ada cela, dan berlomba-lomba untuk siapa yang paling cepat menekan gas. Para pengendara motor berusaha menerobos celah yang memungkinkan, dan diakhiri dengan jantung terlompat karena mendengar bunyi klakson yang nyaring di belakangnya. Beberapa pejalan kaki hanya menggelengkan kepala saat melihat kemacetan yang sudah tidak asing di mata mereka, dan beberapa lagi hanya cuek dengan keadaan dan mementingkan diri mereka sendiri, lalu sisanya berjalan berhati-hati di pinggir trotoar, alih-alih takut tersenggol para pengendara motor yang kepalanya sudah mengeluarkan asap.

Suara klakson yang amat nyaring mendominasi dari suara lainnya. Mungkin para pengendara itu terlalu muak sehingga menekannya dengan keras, seolah berharap klakson yang mereka tekan itu layaknya sihir yang bisa memusnahkan segala kemacetan ini. Malam semakin kejam, angin bertiup semakin kencang, membuat seluruh bulu kuduk berdiri, membuat para pengendara motor yang sendirian kesal melihat pengendara yang berpasangan saling berpelukan mesra, seolah-olah menghangatkan satu sama lain. Dan pengendara motor yang sendirian hanya bisa menghangatkan tangannya dengan berpegangan dengan stang motor.

Dan di kejauhan sana.. sangat jauh dari keramaian, sebuah motor berwarna hitam berjalan amat sangat pelan, siput pun bisa menang jika melawannya. Para pengendara lain yang terburu-buru hanya menekan klakson mereka, dan cepat-cepat menekan gas, tanpa memperdulikan gadis pengendara motor di balik helm birunya.



Gadis itu hanya menghela napas setiap mendengar bunyi klakson yang ditunjukkan untuknya. Tidak ada orang yang rela berhenti dan menunggunya, tidak ada orang yang rela mengorbankan waktunya hanya untuk sekedar menghibur dirinya, semua orang di dunia ini hanya bisa pergi dan meninggalkan dirinya sendiri. Meninggalkan luka yang sampai sekarang belum benar-benar sembuh.

 “Mengapa semua orang di dunia ini menutup mata atas keberadaanku?”Batinnya sakit. Selama enam belas tahun hidup di dunia ini, dia tidak pernah merasa amat disayangi dan diinginkan. Dia selalu menjadi barang terakhir di toko yang ingin dilihat. Dia tidak pernah merasa ada orang yang mengharapkan kehadirannya, semua orang di dunia ini acuh padanya, seolah-olah setiap dirinaberjalan dan berbicara, orang-orang hanya menganggapnya seekor semut yang hanya perlu dilewati.

Setiap memikirkan apa arti dari kehidupannya, dia selalu berakhir menangis tanpa henti. Semua kejadian di hidupnya membuat seluruh di hatinya berlubang, seolah-olah belum puas, lubang itu berganti menjadi luka yang sangat lebar, membuatnya kesakitan tanpa bisa melakukan apapun, karena apapun yang dia lakukan, sakit di hatinya tidak akan pernah pudar. Sakit di hatinya sudah menjadi teman yang akan berada di sana selamanya. Ya, satu-satu hal yang tidak akan pernah meninggalkannya adalah sakit yang berada di hatinya.

Kedua orangtuanya, mereka sudah meninggalkan dirinya sejak belasan tahun lalu, saat dirinya masih berumur satu tahun, saat dirinya belum mengetahui apa-apa, saat dirinya masih sangat membutuhkan sosok ayah dan ibu, orangtuanya pergi begitu saja, meninggalkannya tanpa alasan yang dapat diterima akal sehat. Orangtuanya dari awal tidak benar-benar menginkan kehadirannya, kelahirannya pun dianggap sebagai bencana dan kesalahan yang harus dilupakan. Sejak kecil, dia sudah harus hidup sendiri tanpa ada belaian kasih dari seorang ibu, dan tanpa ada seorang ayah yang selalu melindunginya.

Dari umur 1 tahun sampai  12 tahun, dia hanya memiliki seorang nenek dan kakek dari ibunya, dua orang yang sudah tua renta, tetapi mempunyai hati selembut dan seindah berlian. Mereka rela mengurus segala keperluan dirinya. Setiap kali teman-temannya tahu tentang masa lalunya, mereka menjauh, takut dirinya akan menimbulkan bencana bagi mereka. Tidak pernah ada yang peduli untuk sekedar mengobati kerinduan yang sudah tertancap di hatinya, membuat hatinya amat sangat sakit hingga tidak bisa merasakan apa pun lagi. Teman-temannya malah mengejek dia tidak memiliki ayah dan ibu, memang itu fakta, tapi seharusnya mereka tahu.. fakta itu menyakitkan. Seandainya dia bisa menawar takdir hidupnya, dia juga ingin seperti mereka yang bisa merasakan belaian kasih dari kedua orang tua. Dia juga ingin merasakan semua itu, tapi Tuhan berkata lain, inilah takdir hidupnya.

 Setiap kali dia melihat teman-temannya berada di pelukan seorang ayah, dia hanya bisa menatap nanar pemandangan itu, hanya bisa berharap bahwa suatu saat nanti dia akan merasakan nyamannya seorang pelukan ayah, walau ia tahu itu tidak akan pernah terjadi. Saat festival yang di laksanakan sekolahnya beberapa tahun lalu, dia hanya bisa menatap seluruh orang dari ujung ruangan, memeperhatikan setiap anak yang sedang didandani dan disemangati oleh para ibunya, dan dirinya hanya bisa mematung kemudian memutar tubuhnya menjauhi keramaian itu. Berlari sekuat mungkin, dan berharap akan ada seseorang yang mengejarnya dan memeluknya, tapi kenyataannya, dia hanya tertenduk lesu dijalanan tanpa ada satu orang pun di belakangnya, kemudian menangis meratapi hidupnya.

Di umur ke-13 tahun, kematian kakeknya menambah lubang-lubang yang ada di hatinya. Semua itu membuatnya kembali kepada masa lalu, lagi-lagi harus merasakan sakitnya rasa kehilangan. Hanya kakek dan neneknya lah yang selama ini menginginkan kehadirannya, mensyukuri setiap kedatangannya, dan mau menerima segala yang ia miliki dan yang ia tidak miliki. Di saat kakeknya benar-benar sudah tidak ada di dunia ini, dia benar-benar merasakan bumi ini menindih tubuhnya, membuat segalanya semakin berat.
.
Sejak saat itu, neneknya harus membating tulang demi mencukupi kehidupan mereka yang hanya tinggal berdua, dan itu membuat dirinya harus membantu seorang nenek, dan melepas masa remaja indah di sekolah barunya. Setiap hari, dia selalu membawa dagangan yang berisi kue dan makanan ringan buatan neneknya, setiap membawa keranjang makanan itu, teman-temannya selalu menatapnya remeh dan enggan berteman dengannya. Semua orang menjauhinya karena status sosialnya, lagi-lagi semua orang menutup mata atas apa yang dia rasakan. Semua orang tidak peduli bagaimana sakitnya dia harus menanggung beban sejak umur satu tahun. Dan yang hanya benar-benar mengerti dan dapat meringankan beban itu adalah pelukan neneknya. Pelukan tulus dari seorang perempuan renta, yang mendidiknya hingga kecil, dan mengorbankan segala yang ia punya. Setelah kematian kakeknya, hanya perempuan renta inilah yang ia punya.

Di saat dia merasakan perasaan aneh pada dirinya beberapa bulan lalu, dia tahu dia jatuh cinta. Tapi sayang, ternyata cinta tulus darinya tertancap pada hati yang salah. Dia tahu bahwa segala hal indah yang diinginkan tidak akan pernah terjadi, semakin dia berharap, semakin dalam pula jurang yang berada di hatinya. Dan sekarang, dia sudah benar-benar jatuh pada lubang itu dan entah harus bagaimana. Seharusnya, dari awal dia sadar bahwa dirinya hanyalah sebuah barang di toko yang entah untuk apa diciptakan. Seharusnya dia sadar, bahwa dirinya tidak akan pernah terlihat oleh siapapun. Selamanya dia akan menjadi seseorang yang hanya menumpang hidup, dan akan mati tanpa arti apapun.

Neneknya sempat berkata, “Cahaya.. tetaplah menjadi cahaya yang terang untuk orang-orang di sekitarmu, jangan membiarkan perlakuan dan kata-kata mereka meredupkan cahayamu. Nenek tahu, kamu gadis yang kuat. Dan nenek yakin, segalanya pasti akan berakhir indah.”

Dia hanya tersenyum miris di balik helmnya, berusaha percaya pada akhir indah yang neneknya katakan, walau kenyataannya dia tahu bahwa segalanya tidak akan berubah dan akan semakin menjadi buruk.

Semuanya sekarang semakin menjadi buruk, kematian neneknya 3 hari yang lalu benar-benar membuat seluruh dirinya terasa mati. Hatinya terlalu sakit hingga tidak bisa merasakan apapun, dadanya terlalu sesak hingga oksigen pun tidak dapat di hirupnya, semua terasa begitu menyakitkan dan terlalu cepat. Satu-satunya orang yang tersisa yang ia miliki sekarang sudah pergi, segala cahaya yang menguatkannya untuk tetap bertahan bersinar sekarang sudah mati, dan entah apakah ia sanggup menyinari dirinya sendiri atau tidak, dia tidak yakin. Kejadian dalam hidupnya benar-benar terlalu berat untuk ia tanggung sendiri.

Sekarang, pada siapa ia bisa berbagi? Siapa yang akan memeluk dan menenangkannya bahwa segalanya akan berakhir indah? Siapa yang akan menjaganya kali ini? Siapa yang akan tersenyum menyambut kedatangannya di rumah? Siapa yang akan menanyakan perasaan hatinya? Siapa yang akan membantunya meringankan beban  hidup ini? Siapa yang akan melindunginya dari segala hal yang akan terjadi? Siapa yang akan mengenggam tangan dan menguatkannya saat hal buruk terjadi? Siapa yang akan menasihatinya dan memuntunnya untuk melewati kerikil-kerikil di hidup ini? Siapa? Siapa?.................................. dia tidak mempunyai siapapun juga. Semuanya sudah pergi, dan tak akan kembali.

 Pertama, ayah dan ibunya pergi tanpa dosa meninggalkannya yang masih belum tahu apa-apa, teman-temannya menghindar dan membuat jarak sedemikian rupa,  seseorang yang ia suka malah menjauh dan sama sekali tidak pernah menyadari keberadaannya. Dan satu-satunya orang yang pernah ia miliki, yang juga membalas rasa sayangnya dan selalu berada disampingnya sekarangkini sudah pergi.. tidak akan ada lagi tawa yang bisa ia bagi, tidak akan ada lagi pelukan hangat yang akan di berikan setiap dia menangis, tidak akan ada lagi mata tenang yang selalu menyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja, sekarang, tidak ada tempat untuknya untuk pulang.

Lalu, siapa yang harus disalahkan atas semua ini? Ia ingin sekali berteriak, tapi kerongkongannya seperti mati rasa, tidak bisa mengeluarkan suara apapun, luka di hatinya terlalu sakit hingga embuat seluruh organ tubuhnya lelah. Ia inginmarah, tapi pada siapa? Pada Tuhan yang mengatur takdir ini? Atau pada kedua orang tuanya yang pergi begitu saja? Atau pada semua orang yang menjauhinya? Atau pada kakek neneknya yang sekarang malah meninggalkannya seorang diri?

Dia tidak tahu.. yang dia ketahui hanyalah, hatinya sangat sakit, kepalanya pening, dadanya sesak, tubuhnya sudah lelah menahan beban ini, seluruh organ tubuhnya sudah amat sangat lelah menemaninya.

“Untuk apa aku hidup jika tidak ada yang mengharapkan kehadiranku?” Batinnya frustasi.
Dia menghapus air mata yang sedari tadi berlinang di pipinya, menghela napas agar dadanya tidak terlalu sesak, dan sesaat kemudian, truk datang dari belakang, menyenggol motor yang hanya ia pegang dengan satu tangan..

.
.
.
.
.
.


“Sayang....... tetaplah menjadi cahaya yang menyinari bumi ini. Percayalah, apapun yang akan terjadi, nenek akan selalu berada di sampingmu, menguatkanmu dari jauh.” Ujar neneknya dengan lembut.

“Kakek dan nenek tidak sembarang memberi mu nama Cahaya, karena kakek dan nenek tahu, kau akan menjadi cahaya yang tak pernah redup. Karena kami tahu, kau adalah gadis yang kuat. Pertahankan cahayamu dan tunjukanlah sinarmu pada dunia ini!” Ujar kakeknya dengan antusias. Kemudian kakek dan neneknya berpegangan tangan, melangkah menjauh dari tempanya berdiri.

“Kau tak akan pernah sendiri, sayang. Kami akan selalu berada di sampingmu, Cahaya!” Teriak kakek dan neneknya sambil menoleh dan tersenyum, dan sesaat setelah itu bayangan kakek dan neneknya menghilang, dan digantikan oleh warna gelap yang menyeramkan..

Lalu lintas semakin padat dan ramai, setiap orang berusaha berhenti dan mengintip apa yang sedang terjadi. Darah bercucuran disepanjang jalan, motor hitam itu hancur tertabak truk, dan hanya Tuhanlah yang mengetahui seberapa parah sakit yang gadis itu alami.

Kemudian hujan turun deras dari langit gelap, rintik-rintiknya membuat semua orang menjauhi alam terbuka dan mencari tempat berteduh. Membuat gadis itu tenang menikmati indahnya hujan dari langit sana, dan pada saat itu pula, langit seperti medapatkan temannya yang baru, bintang paling terang menyala, memperlihatkan cahaya yang sangat terang dan membuat semua orang berdecak kagum melihatnya. Malam ini tidak segelap tadi, cahaya itu merubah segalanya, ia bersinar terang di langit yang gelap dan menghipnotis semua mata yang tertuju padanya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog,My World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea