Minggu, 29 Juli 2012

I'm happy for you..

Diposting oleh Farida Citra di 01.49
“WHAT THE FUCK ARE YOU DOING?!” Suaraku meninggi, membentak Sam yang sangat rese karena iseng mencabut earphone yang dari tadi terpasang di kedua telingaku. Bagaimana aku tidak marah? Aku sedang menikmati lagu dari Katy Perry, tiba-tiba saja Sam menyabut earphone-nya tanpa berbicara atau meminta izin terlebih dahulu.
“Gue yang harusnya bilang what the fuck! Daritadi gue ngomong lo asik-asikan ngegelengin kepala sambil nyanyi gak jelas.” Teriak Sam tak kalah kerasnya. Matanya menyorotkan kekesalan yang lumayan mendalam. Aku bisa melihat sekali bahwa Sam sangat bete dan kesal, tapi untunglah dia mengontrol emosinya, setidaknya tidak akan terjadi pertempuran ludah yang akan keluar dari mulut kami berdua.
“Ya mana gue tau kalau lo ngomong ke gue. Gue pikir lo ikut nyanyi..” Aku hanya  tersenyum tipis, malu akan kesalahanku. Seharusnya aku tidak teriak sekasar tadi.. Tapi tetap saja, aku terlalu gengsi untuk meminta maaf duluan.
“Ya lo pikir aja sendiri emangnya disini ada siapa lagi? Lagian ngedengerin musik kenceng-keceng banget, kuping lo tuli tau rasa ntar.” Jawab Sam, volume suaranya sudah menurun drastis.
“Kok lo malah nyumpahin gue tuli sih?!” Sewotku tidak terima dengan ucapan Sam tadi. Aku memang salah, tapi tidak seharusnya juga kan dia menyumpahiku menjadi tuli? Memangnya dia mau melihat temannya jadi tuli? Teman macam apa dia.
“Siapa yang nyumpahin sih, Nik? Gue kan cuma bicara fakta, ini kata dokter kok.” Jawab Sam masih dengan volume minimum. Untunglah dia tidak ikut terseret seperti emosiku yang gampang naik.
“Ya tapi kan gak usah pake ngatain gue bakal jadi tuli. Temen macam apa lo yang nyumpahin temennya menderita!” Jawabku masih dengan suara teriak. Aku memang megakui kebenaran kalimat Sam tadi, tapi aku terlalu gengsi untuk mengiyakannya langsung, itu sama saja seperti aku menyerahkan diri didepan pengadilan.
“Yang harusnya marah-marah kan gue. Dan yang harusnya minta maaf itu lo, kenapa lo jadi ngasih kesalahan itu ke gue?” Sam masih tenang, dan malah menyunggingkan senyuman. Aku tau, itu senyuman mengejek darinya. Sam selalu tersenyum disaat aku marah-marah tanpa alasan yang jelas. Lihat kan? Dia memang orang yang paling aneh didunia ini. Tapi karena alasan itulah yang membuatku nyaman setiap berada di sampingya. Jika dunia ini bertanya siapa orang yang paling sabar dan paling pengertian, maka Sam adalah salah satunya.
“Iya iya, gue minta maaf!” Jawabku tanpa perasaan tulus sedikitpun. Aku terlalu gengsi untuk sekedar meminta maaf apalagi dengan tulus, ya walau aku tau itu semua kesalahanku. Untunglah, semua orang yang mengenalku dengan baik mengerti, karena bagi mereka, kata maaf tulus yang keluar dari mulutku sama seperti mendapatkan harta karun disekitar sini, sulit untuk terjadi.
“Orang tuh ya, Nik kalau minta maaf pake senyum dan suara yang lembut. Gak kayak lo, udah teriak, mukanya jutek pula! Yang ada orang-orang malah pengen langsung bunuh lo, tau.” Ledek Sam yang membuat rasa bete ku bertambah mejadi 80%.
“Kalau gak mau maafin, ya bilang aja!” Ujarku makin sinis. Entahlah, aku ini termasuk orang yang sangat sensitif. Masalah kecil seperti ini saja bisa membuat emosiku langsung naik. Jangankan masalah seperti ini, poni yang lepek saja dapat membuatku membentak semua orang hingga poniku kembali menjadi kering.

“Siapa coba yang bilang gitu? Lo nih PMS tiap hari apa, ya? Tiap hari ngomel muluuuuuu. Untung aja gue udah kenal lo dari lo masih pake pempers, jadi udah tau kalau sifat lo itu tukang marah-marah.” Jawab Sam. Sorot matanya menampakkan bahwa dirinya sangat-sangat ingin membunuhku.
“Tuh kan malah ngeledek. Kalau lo gak rese gini sih, gue juga gak akan ngomel!” Jawabku makin sinis. Tapi aku menyimpan senyuman di dalam hati. Kalau saja aku tidak ingat bahwa aku sedang mengomel padanya, aku pasti langsung tertawa karena melihat ekspresi depresi dari wajahnya.
“YAUDAH SALAH GUE! I’M SORRY, OKAY?” Jawabnya dengan suara dan ekspresi wajah orang depresi. Mungkin dia sudah terlalu capek berdebat masalah tidak penting seperti ini denganku.
Aku hanya tersenyum menunduk. Memegang ponselku dan men-scroll down keypadnya. Tidak membuka aplikasi apa-apa, hanya karena ingin tertawa tanpa terlihat oleh Sam.
Suara Sam tidak terdengar lagi. Ekspresi mukanya berubah menjadi tegang dan sangat serius. Aku yakin, di dalam otaknya pasti sedang terjadi perdebatan hebat. Setiap dia ingin mengatakan hal yang sangat serius, dia pasti akan terdiam lama sambil menampakkan ekspresi berpikir di wajahnya. Aku menghentikan tawa kecilku, ikut serius memandang mata Sam.
Sam tidak kunjung bicara, dia malah ikut menatap mataku. Disaat seperti ini, aku seperti merasakan gempa bumi. Bukan, bukan gempa bumi yang terjadi di Cafe ini, tapi gempa bumi yang terjadi di hatiku. Setiap kali mata kami bertemu, semua perasaan marah, kesal, sedih, atau apapun yang tadi kurasakan langsung berubah menjadi debaran kencang.
Aku memutar kepalaku ke sebalah kanan. Membuang napas dan mengatur debaran jantungku agar kembali menjadi normal. Tatapan matanya tadi seolah-olah dapat menghisap semua udara yang berada di paru-paruku, membuatnya menjadi kosong dan dapat menimbuklan sesak napas.
“Lo pernah jatuh cinta, Nik?” Tanya Sam sangat serius. Baru saja aku mendapatkan napasku kembali, sekarang dia sudah menghirupnya lagi. Dan baru saja jantungku berdetak normal,  sekarang sudah bertambah kecepatan lagi.
“Y...a.” Aku hanya menjawab pertanyaannya sebisaku. Seolah-olah pertanyaan yang keluar dari mulutnya tadi membuat seluruh saraf ditubuhku berhenti bekerja. Aku tidak mampu untuk mengeluarkan kata-kata lain. Otakku seolah-olah terkena virus susah berbicara akibat jatuh cinta.
“Cinta itu aneh ya, Nik. Kadang bikin bahagia setengah mati, kadang bikin galau sampe pengen mati. Kadang bikin egois karena pengen memiliki dia seutuhnya, tapi kadang juga bikin kita belajar merelakan seseorang demi kebahagiannya. Kadang bikin gue semangat untuk memulai hari, tapi kadang juga bikin gue putus asa pengen mengakhiri hari. Kadang memberikan pelangi, kadang juga memberikan kabut dan air hujan di mata.” Ujar Sam sambil tersenyum, matanya seperti menerawang. Mungkin dia sedang memikirkan orang yang di cintainya. Aku hanya ikut tersenyum melihatnya sebahagia ini. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari melihat senyum bahagia dari orang yang kita cinta.
“That’s love. Cinta itu kekuatan yang paling hebat. Hanya ketulusan cinta yang bisa menghancurkan dendam di hati seseorang. Hanya karena alasan cinta yang dapat membuat seseorang berubah menjadi lebih baik. Hanya cinta yang bisa membuat kebiasaan marah-marah gue berubah menjadi senyuman manis..” Jawabku ikut tersenyum membayangkan bagaimana hebatnya kekuatan cinta yang diberikan Sam untukku, untuk merubahku menjadi seseorang yang lebih baik..
“Siapa sih, Nik? Kok lo gak pernah cerita? Hebat tuh orang bisa bikin sifat lo yang sering marah-marah jadi diem sambil senyum-senyum. Hahahaha.”  Tanya Sam dengan suara tawa khasnya. Seolah-olah tawa yang keluar dari mulutnya dapat memberikan ketenangan disetiap darah yang mengalir di tubuhku.
Andai saja dia tahu, seseorang itu adalah dirinya. Dia yang bisa membuatku tersenyum dikala marah, hanya dia yang bisa membuat hujan dimataku berubah menjadi pelangi. Dia adalah alasan mengapa aku ingin menjadi lebih baik, agar aku bisa membuatnya merasa nyaman dan terus tersenyum, karena bagiku, kebahagiaannya sama seperti nyawa, aku akan mempertahankan nyawa itu walau harus berkorban luka atau darah. Dan dia adalah alasan mengapa aku percaya dengan cinta yang tulus, karena hanya dia yang bisa membuatku merasakan kekuatan cinta itu.
“Yes, he is..” Jawabku sambil tersenyum tulus.
“WOW! Who is that wonderful man?” Tanya Sam terkejut. Sepertinya dia sangat penasaran dengan orang itu. Padahal, dia bisa melihat orang hebat itu dari bola mataku. Ya, karena orang itu sekarang berada di depanku.. sambil tersenyum dan bertanya siapakah orang itu.
“I will tell you if you tell me who is that lucky girl first.” Jawabku sambil tersenyum sangat lebar. Aku tidak akan terpancing jaringnya, aku tidak akan mengatakan cinta terlebih dahulu.
“Oh noo.. i think she doesn’t love me too.” Jawab Sam. Walaupun dia masih tersenyum, tapi aku tahu bahwa hatinya sedang meringis menahan sakit. Hal yang paling menyakitkan didunia ini adalah, kenyataan bahwa seseorang yang mencintaimu tidak memiliki perasaan yang sama denganmu. Tapi aku berjanji, Sam tidak akan pernah merasakan itu. Dia berhak untuk dicintai dan bahagia.
“No, Sam. She loves you. Gimana mungkin dia gak suka sama sahabat gue yang paling ganteng, baik, dan pengertian ini? If that’s true, she is the most stupid girl.” Aku berusaha meyakinkannya bahwa gadis yang dia cintai pasti mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya. Sam hanya kurang percaya diri, padahal tanpa dia bertanya pun, gadis itupun mencintainya..
“No, she isn’t. She’s smart, beautiful, georgerous, cute, and she means everything to me..” Ujar Sam. Matanya memancarkan cinta yang begitu dalam. Senyumnya menandakan bahwa dia bahagia memiliki gadis ini dalam hidupnya..
“Well, tell her, Sam..” Jawabku masih terus meyakinkannya. Aku tidak mungkin memulainya terlebih dahulu. Oh, c’mon, apa sulitnya mengatakan cinta? Dia lelaki, dan tidak boleh takut dengan kata cinta. Jika dengan cinta saja takut, bagaimana dia bisa melindungi orang yang ia cintai itu?
“No no no no. How if she says no?” Tanyanya masih ragu. Aku terus menahan diri untuk tidak mengatakannya terlebih dahulu. Aku ini kan perempuan, dan kodrat perempuan hanyalah menjawab iya saat di tanya tentang cinta, bukan malah menanyakannya terlebih dahulu.
“Just try it. Don’t be afraid to tell what you feels. If you never try, you’ll never know.. C’mon Saaaaam! She will says yes. Trust me.” Jawabku setengah teriak. Aku seperti seseorang yang sedang terkena depresi karena sudah menunggu terlalu lama. Daritadi aku hanya mengepalkan jari-jari di bawah meja cafe, terlalu antusias untuk menunggu Sam menyatakan cinta, dan sangat ingin mencakarnya karena hingga sekarang dia belum menyatakan apa-apa.
“How if Tasya doesn’t love me back?” Tanyanya dengan ekspresi wajah depresi juga. Mungkin dia tertekan karena aku terlalu memaksanya.
Eh, wait. Tasya? Did he called Tasya? Not Nikita? Apa aku benar-benar mendengar nama Tasya dari bibirnya itu? Apa aku hanya salah mendengar akibat terlalu sering mendengarkan musik keras-keras? Aku berharap memang itu semua salah, aku sangat berharap bahwa gendang telingaku kali ini sedang bermasalah. No, no, no... but it was soooo real. Jadi, yang dimaksud Sam selama ini adalah Tasya?
Senyum yang tadi berada dibibirku sekarang hilang perlahan-lahan. Ketegangan yang aku rasakan tadi sekarang berubah menjadi rasa sesak di dada. Debaran kencang yang sejak tadi berdetak sekarang berubah menjadi sangat lambat. Udara yang ku rasakan akan menghilang itu sekarang sudah benar-benar menghilang, membuat paru-paruku menjadi kosong, hanya ada rasa sakit yang sangat kuat yang bisa ku rasakan. Pelangi yang tadi muncul di mataku sekarang berubah menjadi kabut yang bisa berubah menjadi air hujan dalam hitungan detik.
Aku hanya merasa semua kebahagiaan yang ku rasakan tadi tiba-tiba menghilang seiring dengan Sam menyebut nama perempuan itu.. Rasa senang yang menumpuk menjadi satu itu sekarang sudah terpisah dan menyebabkan retakan-retakan di hatiku. Aku merasa dasar hatiku sekarang sudah dipenuhi dengan lubang besar dan jumlahnya banyak, seperti ada ombak besar yang menyerang dasar hatiku, membuatnya menjadi berkarang. Ombak besar itu menyerang hatiku, ya ombak besar itu adalah suara Sam yang menyebut nama orang lain.. orang yang dia cinta.. dan bukan namaku. 
Ya, hal yang paling menyakitkan adalah, saat orang yang kita cinta mencintai orang lain dan kita harus berpura-pura baik-baik saja. Bagaimana mungkin aku bisa tersenyum disaat aku kehilangan kebahagiaanku?
“What? Tasya?..............” Tanyaku, memastikan bahwa semua yang aku dengar adalah benar. Jika saja aku tidak bisa mengontrol emosi, mungkin sekarang aku sudah menangis didepannya.
“Oh My God.............................. did i called her name?” Seiring dengan jawaban dari mulut Sam, aku kembali merasakan ombak besar itu kembali menyerang hatiku, membuatnya lebih berlubang lagi. Ombak besar itu membuatku tidak bisa merasakan apa-apa, hantamannya terlalu keras, dan hanya memberikan rasa sakit yang sangat sangat menyakitkan. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa berdiri tanpa melakukan apapun, hanya bisa membiarkan ombak besar itu terus menyerangku, menghantam hatiku, membuatnya menjadi berlubang, dan menyeretku dalam kesedihan yang menyakitkan.
“Yes, you did.” Jawabku sambil berusaha tersenyum. Aku yakin, jika Sam benar-benar memperhatikanku, dia pasti bisa merasakan bagaimana sakitnya aku menahan luka yang dia torehkan ini. Aku berusaha kuat untuk menyembunyikan luka yang semakin dalam ini. Tapi Sam, dia seperti pelaku tabrak lari, dia sama sekali tidak peduli dengan korbannya, dia tidak peduli bagaimana sakitnya luka yang dirasakan korban itu. Dia sama sekali tidak bertanggung jawab, dia sama sekali tidak berusaha mencoba melihat lukanya. Dan korbannya hanya bisa meringis menahan sakitnya luka itu, menunggu orang lain yang bisa melihat lukanya kemudian bisa menutupinya dengan perban kebahagiaan yang sekarang sudah tidak ia miliki..
“Oh God. Please don’t tell her about this, okay?” Ujar Sam khawatir. Aku malah kasian melihatnya seperti ini, ketakutan karena sulit menyatakan cinta. Sebenarnya, apa yang harus ditakuti dari menyatakan cinta? Seharusnya dia takut akan kehilangan orang itu jika tidak cepat mengatakannya, sama seperti yang aku rasakan. Tapi aku tidak ingin dia merasakan bagaimana sakitnya kehilangan orang yang ia cintai, karena aku tahu, itu menyakitkan..
“Sam.. rasa takut gak ada apa-apa dibanding rasa sakit yang akan lo rasain saat lo tau dia mencintai orang lain. Jangan menunggu waktu untuk mengungkapkan semuanya, jangan biarkan dia berusaha mencari orang lain dan memberikan cintanya pada orang itu. Tell her, now. Tell her if you really love her..” Ujarku menasihatinya. Aku tidak mungkin membiarkannya merasakan bagaimana perihnya luka yang aku rasakan, aku tidak ingin dia juga merasa menyesal karena telambat mengungkapkan cintanya. Dia tidak boleh merasakan sakitnya di terpa ombak besar, dia tidak boleh merasakan luka yang sangat menyakitkan saat ditabrak lari.. karena aku tidak akan pernah membiarkannya merasakan itu semua. Sam berhak bahagia, dan aku akan membiarkannya bahagia.. walau bersama orang lain.
"I do. I really love her." Suaranya memang pelan, tapi bagiku, suara pelan Sam tadi sama seperti suara petir yang langsung menyambar hatiku.
"So, tell her.. Dia pasti bakal ngeliat cinta tulus itu, Sam." Jawabku sambil tersenyum. Memang bukan senyuman bahagia, tapi aku akan berusaha bahagia jika melihatnya mendapatkan orang yang ia cintai.
“Thanks, Nik! Lo emang sahabat gue yang paling baik!” Ujar Sam tersenyum bahagia.
“Yeah.. that’s friend are supposed to do..” Aku ikut tersenyum melihatnya sebahagia itu. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada melihat seseorang yang aku cinta tersenyum... walau aku sedang terseret ombak atau ditabrak lari, senyum bahagianya akan selalu menjadi nyawa bagiku. Seperti yang aku bilang, nyawa harus dipertahankan, tidak peduli betapa sakitnya aku. Dan nyawa itu yang akan menghidupkan ku kembali nanti.. Aku hanya perlu menunggu, menunggu untuk bangkit dan merasakan cinta kembali. 
Seperti yang Sam bilang, kadang cinta mengajari kita untuk ikhlas merelakan orang yang kita cinta agar dia bahagia. Dan sekarang, aku harus belajar mengiklashkannya untuk mencintai orang lain..
Sahabat terbaikku sedang bahagia, dan bukankah aku seharusnya ikut bahagia juga? Ikut mendukung untuk mencari kebahagiaannya, teruus berada disisinya, tidak peduli apapun yang sedang terjadi pada diriku.. tidak peduli bagaimana sakitnya hatiku, aku harus ikut bahagia. Ya, aku harus bahagia.
Aku memasang earphone-ku kembali, berusaha untuk menenangkan hati yang sedang disambar oleh petir ini.
"Drew looks at me, I fake a smile so he won't see.."
Suara dari Taylor Swift yang pertama kali ku dengar, lagu Tear Drops On My guitar itu seolah-olah menyatakan isi hatiku, mengatakan apa yang tidak bisa ku katakan. Aku hanya mendengarnya sambil tersenyum pahit.

“He says he's so in love
He's finally got it right
I wonder if he knows
He's all I think about at night
He's the reason for the teardrops on my guitar
The only thing that keeps me wishing on a wishing star
He's the song in the car I keep singing
Don't know why I do”
"I know what you feel, Taylor.." Kataku didalam hati.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog,My World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea