Minggu, 06 Mei 2012

It's Too Late..

Diposting oleh Farida Citra di 00.51

"...take a dirty picture for me take a dirty picture.. send a dirty picture for me send a dirty picture.. picture.. picture.."

Nada dering Dirty Picture milik Taio Cruz featuring Ke$ha berdering nyaring di ruangan kamar yang sedang sunyi, dan sepi. Membuat mata yang tadi tertutup rapat terbuka dan menunjukan keindahan bola mata berwarna coklatnya.

"Ninoooo! Lo dimana?" Suara teriakan seorang cewek menyambut telinga Nino saat  meletekan handphone di telinga kanannya.

"Di rumah. Kenapa?" Tanya Nino dengan suara serak. Suara khas seseorang jika baru bangun tidur.

"Baru bangun tidur ya? Gue ganggu, dong?" Tanya cewek tersebut dengan nada tidak sesemangat tadi.

 "Gak kok, fey. Ada apa?" Tanya Nino lagi. Penasaran mengapa tiba-tiba cewek ini meneleponnya pagi-pagi buta, dan menanyakan sedang di mana dirinya. Ini benar-benar kejadian langka yang  wajib dimasukkan dalam sejarah hidupnya.


"Mau ngajak jalan sih tadinya.. Ah tapi kalau lo gak bisa dan masih ngantuk gak usah deh, No." Jawab feyra dengan semburan warna merah di pipinya. Andai Nino bisa melihat, pasti dia bahagia.

"Tumben banget dia ngajak gue jalan? Biasanya harus gue yang ngajak.." Pikir Nino bahagia.

Satu lagi kejadian langka dalam sejarah hidupnya. Oh, hari apa ini? Mengapa begitu banyak kejutan? Apa hari ini adalah hari di mana masa sejarah kebahagiaan hidup Nino? Dibangunkan pagi-pagi oleh seseorang yang sudah sejak lama ia harapkan, setelah itu diajak jalan. Awal hari minggu yang menyenangkan.

"Yaudah ya.. Lo tidur lagi aja sana. B..."

"Eh! Tunggu, fey! Percuma, gue udah melek gini mana bisa tidur lagi. Mau jalan kemana?" Ujar Nino reflek, memotong kalimat Feyra.

Feyra tersenyum simpul dibalik layar handphonenya, "Nonton yuk?"

"Boleh, jam sebelasan gue kesana. Sampai ketemu ya, fey." Ujar Nino dengan senyum bahagia yang tiba-tiba mengembang saat menekan tombol merah di keypad handphonenya.


***



"Ah, gila keren parah nih film Hugo!" Komentar Nino setelah mereka berdua selesai menonton film Hugo.

Fayra hanya mengangguk sambil tersenyum simpul.

"Kenapa, fey?" Tanya Nino akhirnya. Dari sejak awal bertemu, Nino heran dan penasaran mengapa Feyra menjadi seperti ini. Menjadi pendiam, kalem, dan tidak banyak bicara. Sangat berbeda 180 derajat dengan Feyra yang biasanya.

Bukannya menjawab pertanyaan Nino, Feyra malah menarik Nino ke starbucks.

"Roy.." Akhirnya Feyra mengeluarkan suara setelah menyeruput cappuccino cream-nya.

"Ha?"

"Roy... Dia berubah lagi.." Jelas Feyra.

Nino hanya bisa menatapnya nanar. Kejadian ini terjadi lagi, dan lagi. Bukan hanya satu atau dua kali, tapi seringkali.

Sudah berulang kali Feyra menceritakan tentang Roy, cowok yang sedang dia taksir pada Nino. Entah ini cerita ke berapa yang sudah Nino dengar. Menyakitkan memang saat harus berpura-pura respect dan tersenyum mendengar orang yang dicintai menceritakan tentang cintanya untuk orang lain. Tapi apa yang bisa Nino lakukan selain menjadi pendengar yang baik? Setidaknya, dengan mendengar keluh kesah Feyra, Nino berharap luka di hati Feyra bisa sedikit menghilang. Tidak menumpuk seperti di hati Nino.

Nino hanya bisa mendengar, dan sedikit berkomentar. Tidak bisa menunjukkan ketidak sukaan-nya secara langsung, tidak bisa marah karena cemburu. Karena Nino sadar, dihati Feyra dia hanyalah menempati posisi sebagai sahabat.

“Gue harus gimana, No?” Tanya Feyra lemas. Seolah-olah dengan berubahnya Roy, semangatnya pun berubah.

Hati Nino sakit saat melihat seperti ini. Saat Feyra terluka, yang paling terluka adalah Nino. Saat Feyra menangis, Nino selalu menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjaga Feyra. Saat terjadi apa-apa dengan Feyra, Nino selalu menjadi orang pertama yang menyesal karena membiarkan Feyra sendiri.

Ya. Selalu seperti itu. Nino akan mengorbankan apapun untuk Feyra, termasuk kebahagiannya.

Feyra. Cewek yang dikenal Nino sejak awal masuk smp adalah satu-satunya cewek yang menjadi teman terdekatnya dan satu-satunya cewek yang mengisi kehampaan hidupnya. Satu-satunya cewek yang membuatnya akan melakukan apapun demi kebahagiaan cewek ini. Satu-satunya cewek yang bisa membuat mood Nino jungkir balik. Satu-satunya cewek yang mengajarinya tentang Jatuh cinta, patah hati, berkorban, dan menunggu.

"Roy lagi, Roy lagi. Apa sih specialnya cowok ini, fey?" Tanya Nino jutek. Dia benci mendengar nama Roy disebut bibir mungil Feyra.

"Gak ada. Dia jahat, dia brengsek, dia playboy, dia cuma bisa bikin gue patah hati, tapi gue sayang dia, No.." Ujar Feyra lirih.

"Apa lo gak bisa melihat siapa orang yang benar-benar sayang sama lo? Kenapa lo masih berharap dengan orang yang jelas-jelas sangat sulit untuk lo gapai? Apa itu susah buat lo sadari bahwa disini ada seseorang yang sayang sama lo, Fey? " Ucap Nino dalam hati. Andai dia bisa mengucapkan kalimat ini langsung, andai Feyra bisa mengerti perasaannya.

Apa memang semua manusia ditakdirkan untuk mengejar seseorang yang sulit untuk mereka gapai? Sementara, mereka mengabaikan seseorang yang jelas-jelas berada di dekatnya.

Mengapa manusia malah mempertahankan seseorang yang jelas-jelas ingin pergi, sementara mereka mengacuhkan seseorang yang selalu berada didekatnya.

Mengapa manusia rela jatuh cinta pada orang yang tidak mengharapkannya, sementara didekatnya ada seseorang yang berharap dibalas cintanya?

Mengapa manusia selalu mengejar sesuatu hal yang belum pasti? Sementara, mereka menjauhi sebuah kesempatan yang pasti.

"No.." Panggil Feyra heran mengapa Nino malah diam membisu dengan ekspresi muka yang sangat menyedihkan, padahal yang jelas-jelas sedang dilanda galau dan gelisah adalah Feyra.

 "Jangan terlalu berharap, fey.. Don’t hope too much, cause that too much will hurt you too much." Nino tau, seharusnya kata-kata tadi adalah untuk dirinya.

"Hey, sejak kapan lo suka ngerangkai kata-kata gitu?" Feyra malah tertawa.

"Sekalinya gue bener aja, malah di ketawain. Rese lo!"

"Hahaha.. Lagian kesambet apaan, sik? Sok puitis deh ah lo!"

"Kesambet virus cinta." Jawab Nino datar.

"WHAT?! Seorang Nino Sebastian jatuh cinta?! Aduuuh.. Sial banget deh nasib tuh cewek yang lo suka." Ledek Feyra.

"Heh! Hati-hati berbicara, atau lo bakalan nyesel!" Ucap Nino sambil mencubit pinggang Feyra. Setelah itu mereka berdua tertawa, dan menikmati kebersamaan mereka berdua dengan fikirannya masing-masing.

Feyra tidak tahu bahwa dibalik tawa Nino ada kegetiran, dan sebuah kawah luka.

Dan Nino tidak tahu bahwa dibalik tawa Feyra, ada kegelisahan dan ketakutan.


***



Nino bastian:
Gimana tes sma? Lancar?

Sebuah notifikasi BBm muncul dilayar handphone Feyra.

Fey:
Lancar! Ternyata Roy juga ikut tes! Tadi gue ketemu! Aaaak seneng!:D:D:D

Sebuah perasaan senang dan deg-degan yang tadi Nino rasakan sekarang berubah menjadi perasaan yang kacau balau. Sesak, menyedihkan, mengejutkan, dan menyakitkan bercampur menjadi satu. Seolah-seolah bisa menghancurkan organ hati Nino jika dia tidak kuat untuk bertahan.

Nino sebastian:
Trus? Roy udah berubah lagi?

Fey:
Ya.. Seperti biasa, dia tuh kayak bunglon, No. Tapi dia udah baik lagi kok kayak awal gue kenal sama dia. Ih seneng deh, deg-degan banget asli. Hihihi

Feyra sedang jatuh cinta, hal yang selalu Nino harapkan. Bedanya, dia dulu berharap cinta pertama Feyra adalah dirinya.

"Mengapa begitu menyakitkan saat melihat dia tertawa dan bahagia karena orang lain?" Ujar Nino lirih.

Nino tahu, hal seperti ini pasti akan terjadi, tapi dia tidak tahu bahwa rasanya akan sangat menyakitkan.
Memang, dia bahagia melihat Feyra bahagia, tapi rasanya begitu menyakitkan saat alasannya bukan dirinya. Nino senang melihat Feyra jatuh cinta, tapi apakah dirinya salah jika berharap orang itu adalah dirinya?

Nino bastian:
Ah, I guess. You are falling in love with him, right?

“Bilang No, fey. Bilang No..” Entah siapa yang berbicara, tapi Nino tahu bahwa suara itu berasal dari dalam hatinya.

Fey:
Masa? Emang yang namanya cinta itu kayak gini?

Nino bastian:
Hahaha. Fey, cinta.. Cinta itu hal yang terlalu rumit buat didefinisikan. Cinta gak perlu didefinisikan, cukup kita rasakan. Saat lo rela ngelakuin apapun demi sebuah senyuman di bibirnya, saat lo rela melihat dia jatuh cinta dengan orang lain, saat lo rela menunggu dia nyasar di hati orang lain, saat lo rela mendengar keluh kesahnya, saat lo rela membuat dia tersenyum walau sebenarnya hati lo sakit, saat lo rela cinta lo gak dibalas olehnya.. Mungkin itu apa arti cinta tulus yang sesungguhnya.

Fey:
What the.... Lo belajar ngerangkai kata-kata itu darimana? Apa emang faktor jatuh cinta, juga? Hahaha

Nino bastian:
Actually, gabungan jatuh cinta dan patah hati yang bikin gue bisa ngerangkai kata-kata.


Fey:
Ah, betapa kerennya sakit hati. Bisa bikin seseorang kayak lo jadi puitis dan kreatif gini.

Nino bastian:
Tapi sakitnya keren juga. Ah.. lo gak boleh ngerasain gimana rasanya jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan, fey. Rasanya sangat menyakitkan, bisa bikin mood lo jungkir balik. Gue gak akan ngebiarin lo ngerasain itu, gue gak akan ngebiarin lo terluka.

Feyra hanya menatap layar handphone-nya. Membaca berulang kali chat dari Nino satu menit yang lalu. Otaknya berfikir keras apa maksud dari kalimat-kalimat terakhir yang diucapkan Nino.

Fey:
Yeah! That what are friend supposed to do, kan?:D

"Yeah.. Friend. Hahaha." Ujar Nino sambil tertawa lirih.


***



Nino hanya terpaku melihat kertas di hadapan matanya. Berulang kali ia membaca kertas itu, berulang kali otaknya berputar, berulang kali juga ia memimikirkan apakah ini keputusan yang paling terbaik. Nino tidak tahu apa yang terbaik untuknya saat ini. Bertahan atau meninggalkan. Terus berharap atau mencari orang lain. Terus mencintai tanpa dibalas atau berhenti mencintai. Mengejar atau berlari menjauh. Tetap pura-pura berbohong atau berusaha jujur. Entahlah, Nino tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Nino tidak tahu apa keputusan yang paling terbaik untuk dirinya saat ini.


*** 

“Ada apa, sih?” Tanya Feyra saat menemui Nino di kafe dekat komplek rumahnya. Sejam yang lalu Nino mengajaknya bertemu, entah ada apa tapi hati kecil Feyra mengatakan ada suatu yang ingin dibicarakan Nino. Walau Nino tidak mengatakannya, tapi Feyra tahu ada hal yang disembunyikan, entah apa.

Ya, Feyra tahu itu. Dia sudah mengenal Nino bukan hanya satu atau tiga bulan, tapi tiga tahun.

Nino, sahabat cowok terbaiknya. Seorang sahabat yang selalu ada saat Feyra membutuhkan teman berbagi. Seseorang yang selalu melindungi, dan menjaganya layaknya seorang ayah. Seseorang yang akan mengomel jika terjadi apa-apa pada dirinya, layaknya seorang ibu.

“Lagi banyak duit. Ya itung-itung berbagi amal kepada orang yang lagi krisis duit, gitu..” Jawab Nino dengan candaan. Sebenarnya, Nino ingin langsung mengatakan hal yang sebenarnya, tapi lidahnya seolah-olah kelu dengan kalimat-kalimat yang sudah Nino siapkan dari beberapa jam lalu.

Feyra hanya memicingkan mata, mencari kebenaran dari ucapan Nino tadi. Feyra yakin bukan itu tujuan utama Nino. Tapi Feyra hanya melakukan hal seperti biasanya, mengikuti alur cerita yang sedang Nino buat.

Dan kali ini Feyra tersenyum, lalu tertawa memaksa.

“Mau mesen apa, fey?” Tanya Nino berbasa-basi.

“Sama kayak makanan dan minuman lo aja, deh..” Jawab Feyra sambil melirik pasta fettucini dan vanilla latte milik Nino yang tinggal setengah.

Kemudian mereka saling terdiam, seolah-seolah seperti seseorang yang baru pertama kali bertemu. Tidak ada pembicaraan yang biasanya mengocok perut, tidak ada curhatan perasaan hati, tidak ada candaan dan ejekan dari satu sama lain. Mereka terlalu sibuk dengan fikirannya masing-masing.

Ini benar-benar petemuan yang sangat canggung. Ini kedua kalinya mereka terjebak dalam suasana diam dan canggung, kejadian pertama adalah saat mereka pertama bertemu, tiga tahun lalu.

Ponsel Feyra berdering, membuat suasana canggung dan diam tadi menjadi sedikit lebih hidup. Seolah-olah suaranya memecah keheningan yang daritadi terjadi.

Lekukan di bibir Feyra terbentuk saat sedang menatap layar ponsel yang tadi berbunyi. Nino hanya memperhatikan sambil bertanya-tanya ada apa, siapa, dan kenapa.

“Kenapa?” Akhirnya Nino bertanya, rasa penasarannya semakin memuncak saat melihat mata Feyra berbinar-binar.

“Roy! Dia nanya kan gue lagi dimana, terus gue jawab. Abis itu dia nanya gue sama siapa, bilang hati-hati, dan gitu deh. Ah, itu kode bukan sih, No?” Jelas Feyra panjang lebar dengan mata yang berbinar-binar.

Kali ini Nino menyesal karena tadi dia bertanya, seharusnya dia tidak menghiraukan rasa penasrannya. Andai saja Nino bertanya hal lain, pasti kejadian ini tidak akan terjadi, tidak ada rasa sesak di hati Nino, dan malam ini akan berjalan indah sesuai dengan rencananya.

“Lo yakin itu kode? Jangan terlalu berharap dengan perhatian seorang cowok macam Roy. Dia ngasih perhatian itu bukan cuma buat lo, tapi buat cewek-cewek yang lain juga.”  Jawab Nino dengan nada sesinis mungkin. Jika membicarakan sosok seorang Roy, nada bicara Nino pasti akan berubah menjadi sinis, dingin, dan jutek.

“Kok lo tega sih bilang kayak gitu..” Ujar Feyra tidak percaya saat mendengar ucapan sinis Nino tadi.

“Sorry-sorry. Gue cuma membicarakan yang sebenarnya. Gue juga cowok, Fey. Gue tau apa maksud dari si buaya darat itu.”

“Hey! Dia punya nama. Dia bukan buaya darat, No. Lo kenapa sih gak suka banget sama Roy? Dia salah apa?” Bentak Feyra. Ya, Feyra membentak Nino hanya karena seorang cowok bernama Roy.

Banyak salah dia! Dia udah ngerebut lo dari gue, dia udah ngerebut kebahagiaan gue. Dia udah bikin lo jatuh cinta! Sementara gue yang lo kenal lebih lama, hanya dianggap angin lalu. Apa lo gak bisa liat kalau gue ini cemburu, Fey?” Ujar Nino dalam hati. Nino hanya bisa menumpahkan kekesalannya dalam hati, tidak bisa membentak Feyra langsung. Dia hanya bisa jujur di dalam hati, mulutnya sudah terlalu terbiasa dengan kebohongan-kebohongan yang bisa menyenangkan hati Feyra.

“Sebegitu berartikah dia untuk lo, Fey? Sampe lo ngebentak gue gini.” Tanya Nino.

“Layaknya seseorang yang lo sayang itu, No. Sebegitu berartinya dia bagi gue.” Jawab Feyra. Jawaban yang seketika menghancurkan hati Nino, membuat keping-keping di hati Nino hancur dan membentuk kepingan yang lebih kecil. Menggali luka dalam Nino menjadi lebih dalam lagi. Dan membuat paru-paru Nino mendadak pasif, terlalu sulit untuk mengambil nafas, terlalu sesak rasanya.

“Oh, yea. Of course. Hahaha.” Nino memaksakan tertawa. Tawa yang sangat getir. Tawa yang menyembunyikan rasa sakit dan sesak dihatinya. Tawa yang dibaliknya ada sebuah kawah luka yang besar dan sangat dalam.

“Ah, gue jadi mendadak puitis gini kayak lo, No. Betapa hebatnya virus cinta.. Hahahaha.”

“Eh, lo mau ngomongin apaan, sih?” Tanya Feyra akhirnya, untunglah ia ingat bahwa dia berada disini karena ada sesuatu hal yang ingin dibicarakan.

“Gak ada sih. Alesan doang biar lo mau gue ajak makan disini.” Jawab Nino berbohong, lagi.

Nino sudah yakin dengan keputusannya sekarang. Nino yakin ini adalah yang paling terbaik bagi dirinya. Keputusannya sudah bulat, dan akan segera Nino lakukan. Tidak perlu membicarakannya pada Feyra, karena Nino yakin dibicarakan atau tidak, inilah yang terbaik. Sikap Feyra sudah menunjukkan bahwa ini memang yang terbaik. Ya, ini keputusan yang akan Nino ambil.



***



Feyra terbangun dari tidurnya. Tadi malam sangatlah indah. Bukan, bukan karena di ajak makan oleh Nino, tapi karena Roy menemaninya mengobrol di BBm hingga larut malam. Ia rela begadang demi bisa mengobrol lebih panjang dengan Roy.

Seperti biasa, hal yang dilakukan Feyra saat bangun tidur adalah mengecek ponselnya. Ada 3 notifikasi BBm, semuanya pesan tidak berguna. Hanya broadcast message, dan promote pin yang tidak terlalu menarik, tidak ada BBm dari Roy.

Feyra mengecek notifikasi lain. Ada 20 notifikasi email di ponselnya. Rata-rata isinya adalah pemberitahuan dari notifikasi social netwrok, dan ada slah satu pesan dari seseorang yang menyita perhatian matanya.
Dibuka email tersebut, dibacanya oleh mata Feyra secara teliti. Tidak ada satu kata atau kalimat yang mata Feyra lewati, tapi Feyra tetap membacanya berulang-ulang. Ia masih tidak percaya tentang isi dari email tadi, tidak percaya bahwa dia-lah yang mengirimkan email ini. Tidak mungkin isinya seperti ini, Feyra pasti salah membaca atau salah memahami maknanya. Tidak mungkin bahwa seseorang yang mengirimkan email ini adalah Nino. Feyra tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, tapi inilah kenyataannya.


***



Sementara di seberang sana, Nino sedang duduk membisu di bangku bandara Soekarno Hatta. Tubuhnya memang ada disini, tapi jiwa dan raganya seolah-olah masih tertinggal. Ya, hatinya masih tertinggal di Feyra.

Entah ini keputusan yang benar atau salah. Nino tidak tahu itu. Apapun itu, Nino harus tetap melangkah. Dia sudah membuat keputusan ini, dia sudah memutuska untuk bersekolah asrama di Jogja dan akan melupakan Feyra. Ya, inilah keputusan Nino. Keputusan yang sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat.

Memang menyakitkan jika harus melangkah jauh dari Feyra, tapi lebih menyakitkan lagi jika dia melihatnya yang melangkah jauh.

Entah apakah Nino bisa untuk melupakan dan meninggalkan Feyra. Nino tidak tahu apakah dirinya akan kuat jika tidak bisa menghubungi Feyra, tidak bisa mendengar keluh kesah Feyra, tidak bisa menghibur Feyra saat sedih, tidak bisa membuat Feyra tersenyum, dan tidak bisa berada di dekat Feyra lagi.

Seberapa menyakitkan perasaan itu, Nino paasti kuat. Dia sudah merasakan hal yang lebih menyakitkan dari ini, berpura-pura tidak mencintai Feyra dan membiarkannya bersama orang lain. Itulah hal yang paling menyakitkan dalam sejarah hidupnya.

Ponsel Nino berdering, nama Feyra muncul di layar ponselnya.

“Nino, bilang ke gue kalau lo bercanda!” Teriak Feyra di ujung telepon.

“Gue serius.” Jawab Nino tegas.

“Kenapa? Kenapa lo ninggalin gue, No? Kenapa lo gak pernah bilang ke gue kalau lo mau pergi? Kenapa lo gak pamit dulu ke gue? Kenapa lo selalu bohong sama perasaan lo sendiri? Kenapa lo gak pernah jujur sama gue? Nino.. jawabbb.. jangan tinggalin gue..” Ujar Feyra terisak. Air mata yang sedari tadi ditahannya mengalir begitu deras.

“Beginikah rasa sakit yang Nino rasakan?” Pikir Feyra. Ternyata rasanya amat sangat menyakitkan.

Nino tidak tahan mendengar isak tangis Feyra di ponselnya. Rasanya begitu menyakitkan membiarkannya menangis tanpa bisa memeluknya.

“Karena gue gak mau nyakitin lo, Fey. Cukup gue aja yang ngerasain sakitnya.” Ujar Nino. Ya, hal inilah yang sedari dulu ingin Nino ucapkan.

“Apa ini gak bisa kita omongin secara baik-baik? Lo gak pernah kan nanya gimana perasaan gue ke elo? Gue sayang elo , No. Gue gak mau kehilangan lo.”

“Ya, sayang sebagai sahabat kan, Fey? Jangan mengartikan perasaan sudah terbiasa bersama sebagai perasaan sayang, keduanya sangat berbeda jauh.”

“Tapi gue gak bisa kehilangan lo.. Gue sayang elo, No..” Ujar Feyra lirih

Nino menghela napas, “karena lo terlalu terbiasa bersama gue. Seiring dengan perginya gue, elo bakal terbiasa tanpa gue kok, Fey.”

“Apa ungkapan rasa sayang itu gak cukup, No? Apa gue harus pergi ke bandara buat ngejar lo? Buat buktiin kalau gue beneran sayang sama lo?” Tanya Feyra dengan terisak.

“Gak perlu, Fey. Semuanya udah terlambat. Keputusan gue udah bulat. Jangan bikin gue tambah susah buat pergi dari lo.. gue udah berusaha mati-matian nahan rasa sakit ini. Tolong, jangan ditambah lagi.”

“Nino! Lo gak boleh pergi! Tunggu gue! Gue kesana sekarang!”

“It’s too late, Feyra.. keputusan gue udah bulat. Good bye..”

“Nino, jangan.. tunggu gue.. gue sayang elo..”

“Good bye, Feyra..”  Ujar Nino sebelum memutuskan hubungan telepon.

Feyra kembail terisak, air matanya mengalir deras. Lubang dihatinya sekarang terbuka lebar. Rasa yang menyakitkan menguasai tubuh Feyra. Semuanya terasa menyakitkan, seiring dengan Nino mengucapkan selamat tinggal.

Inikah sakit yang dirasakan Nino? Ya Tuhan.. rasanya begitu amat menyakitkan. Sekarang tidak akan ada lagi tawa Nino yang akan Feyra dengar, tidak akan ada lagi candaan dan ledekan dari Nino, tidak ada omelan dan sebuah rasa nyaman yang Nino berikan, tidak ada lagi Nino yang akan selalu menjaga dan melindungi dirinya, tidak ada lagi Nino.. Tidak ada lagi seseorang yang baik, pengertian, perhatian seperti Nino..

Yang ada hanyalah sebuah penyesalan yang Feyra rasakan. Penyesalan karena menyia-nyiakan cinta Nino, penyeselan karena memebiarkannya melangkah jauh, penyesalan karena tidak pernah memerhatikan perasaan Nino, penyesalan karena sekarang Nino sudah pergi.

Feyra bukan sahabat yang baik, dia tidak kenal Nino siapa. Dia tidak tahu, bahwa selama ini Nino memendam perasaan cinta untuk dirinya.

Satu-satunya kenangan yang paling  Nino berikan adalah sebuah pelajaran bahwa cinta itu tidak perlu dicari, karena dia berada di sekeliling kita, hanya saja kita yang terlalu membiarkannya dengan mencari orang lain, mengabaikannya dengan tidak peduli, dan akhirnya cinta itu pun pergi.. lalu penyesalahlah yang akhirnya kita dapat. Cinta yang tulus tidak perlu dibalas, cukup membuat orang yang kita cinta bahagia, ya itu seperti yang Nino katakan. Feyra menyesal karena telah menyia-nyiakan ketulusan Nino.

Feyra membaca sekali lagi email terakhir dari Nino..

Dear my lovely.. bestfriend,

Hai, fey. Selamat pagi. Gimana tidur malamnya? Nyenyak? Semoga ya. Semoga lo gak ngalamin kegalauan akut dan kegelisahan yang bikin lo gak bisa tidur, kayak yang gue alamain hahaha.

Fey, gue cuma mau minta maaf. Maaf untuk segalanya. Maaf karena gue belum bisa bikin lo terus bahagia dan tersenyum, belum bisa jagain lo sepenuhnya, belum bisa ngelindungin hati lo biar gak terluka. Dan gue minta maaf atas perasaan ini, perasaan sayang yang gue rasain buat lo, entah sudah sejak kapan.

Saat lo baca ini, gue udah di bandara atau mungkin udah terbang ke Jogja. Sekali lagi gue minta maaf, gue gak pernah ngasih tau lo tentang keberangkatan gue ke Jogja, gue bakal nerusin sekolah disana, Fey. Gue pengen mencoba ngelupain lo, gue udah gak bisa jadi orang yang selalu bikin lo tersenyum dan nyaman.

Gue udah lelah bertahan, sekarang saatnya gue pergi. Gue udah lelah mengejar lo, dan sekarang saatnya gue berlari menjauh. Gue udah lelah mencintai tanpa dibalas, dan sekarang gue akan berhenti mencintai. Gue lelah berpura-pura baik-baik aja padahal hati gue sakit. Gue lelah terus bohong tentang perasaan gue, dan sekarang gue akan jujur. Gue udah mutusin buat menghapus lo dari hati gue, entah gue bisa atau enggak. Maaf..

Inget ya, Fey. Gak ada tindakan ceroboh, gak ada keluar malem! Sekarang gue pergi, gue udah gak bisa jagain dan ngelindungin lo lagi. Jadi tolong jaga diri lo baik-baik..

Selamat tinggal, Feyra.
With love,


Nino

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog,My World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea