Senin, 07 Mei 2012

#FuckYeahKenyataan

Diposting oleh Farida Citra di 18.30
"Terkadang, yang membuat dirimu sakit adalah dirimu sendiri, bukan orang lain."

Ya. Aku harus mengakui kalau quotes itu memang benar adanya. Mungkin aku yang menyakiti diriku sendiri. Dia hanyalah perantara Tuhan untuk melakukan tugas memberi harapan, kemudian aku berharap lebih dari yang ditentukan, lalu aku tersadar bahwa harapan itu ternyata sudah kosong, sudah diberikan kepada orang lain, dan akhirnya aku terjatuh sakit hingga tidak berani untuk sekedar berharap.

Menyakitkan, bukan? Ya begitulah hidup. Kadang menyakitkan, kadang menyakitkan sekali. Seringnya sih harus menerima kenyataan yang menyakitkan. *sigh*

Hal yang paling menyakitkan adalah, saat aku harus menerima kenyataan menjadi sekedar cadangan, bukan yang utama. Menjadi yang terakhir diperhatikan. Menjadi yang terakhir dibutuhkan. Menjadi yang mempunyai kesempatan terakhir untuk bahagia.



Menyakitkan sekali saat kau datang ke hidupku ketika kau sedang bersedih. Kemudian kau pergi dari hidupku ketika kau sudah bahagia dan bersenang-senang dengan oranglain. Adilkah itu? Bagian mananya yang adil? Bagian saat aku harus menikmati masa-masa sedih bersamamu? Kemudian kau meninggalkanku dan bersenang-senang dengan orang lain? Dan disini, aku tetap bersedih, menunggu, dan berharap kau akan bersedih lagi dan kembali ke hidupku. Apa katamu? Aku kejam? Kau yang membuatku seperti ini, kau yang menuntunku untuk melakukan ini. Seandainya kau adil, mungkin aku juga akan berdoa agar kau selalu bahagia.

Saat kau menyebut namanya didepan wajahku, yang kau ketahui adalah aku tersenyum, bersikap semuanya baik-baik saja. Dan yang tidak kau ketahui adalah aku menangis selepas kau bercerita dan pulang. Aku menangis meratapi kebodohanku. Aku terlalu bodoh karena memberikan sepenuh hatiku padamu. Kemudian kau mengembalikannya dalam keadaan patah, hancur, berlubang, dan tidak layak untuk digunakan. Aku memang bodoh karena terlalu berharap kau akan mengerti, dan menjadikan ku yang utama. Nyatanya, semua itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan menjadi seorang yang terakhir diharapkan, selamanya hanya seorang cadangan.

Yang kau ketahui aku tertawa saat kau bercerita tentang kisah indahmu bersamanya. Yang tidak kau ketahui adalah aku menghela napas, berusaha mencari udara yang banyak, agar dada ini tidak terlalu sesak. Aku menahan air mataku agar tidak berlinang. Aku berpura-pura tertawa untuk menutupi rasa sakit yang kurasakan. Dan aku iri padanya. Dia bisa membuatmu sebahagia ini, dia bisa memlikimu seutuhnya. Sementara aku, aku hanya bisa mendengar cerita sedih dan bahagiamu, hanya bisa menjadi pendengar yang baik, dan sekali lagi, aku tidak bisa memilikimu karena kamu telah menyerahkan sepenuh hatimu padanya. Yang bisa kulakukan adalah menjadi teman yang baik, yang bisa menenangkan saat kau bersedih. Membuat senyum dan tawamu kembali lagi, untuk kau berikan kepadanya.

Aku tersenyum dan meledekmu saat kau menggandeng tangannya, bercanda mesra bersamanya didepan mataku. Tapi tahukah kau apa yang aku sembunyikan? Aku menyembunyikan kesedihan dan kecemburuanku agar tidak ada yang melihat. Aku menutupi kesedihanku dengan cara tersenyum, aku berpura-pura bahagia agar sakit yang kurasakan tidak begitu menyakitkan. Tak cukupkah kata "cie.." menyadarkanmu bahwa aku cemburu? Dan saat kau dan dirinya tertawa, berbagi kebahagiaan, tahukah kau bahwa ada sebuah harapan yang kupikirkan? Ya, aku berharap dia adalah aku. Aku berharap bisa membuatmu bahagia seperti ini, bisa membuatmu tersenyum dan tertawa, bisa berbagi hal-hal membahagiakan berdua. Tapi kenyataannya adalah, aku hanya bisa menenangkanmu saat dilanda masalah, dan hanya bisa mendengar keluh kesahmu tentang dirinya.

Tahukah kau apa yang ku rasakan saat kau begitu peduli padanya? Aku juga ingin, itu yang aku rasakan. Aku ingin kau juga melihat dan memperdulikanku. Aku ingin kau bisa memberiku semangat dan ketenangan saat aku dilanda rasa tegang dan gugup yang begitu hebat, aku ingin kau memelukku saat aku sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan, aku ingin kau meyakiniku bahwa semuanya akan baik-baik saja, aku ingin kau menahanku saat aku berpikir untuk pergi. Tapi mari kita kembali kepada kenyataan yang menyakitkan. Semua itu hanya harapan, dan tidak akan pernah menjadi kenyataan.

Saat kau memberitahuku bahwa kau menyukainya, aku berpura-pura tersenyum dan memberikanmu dukungan. Tapi kenyatannya adalah, hatiku menjerit sakit, mataku meminta untuk mengeluarkan air mata, paru-paruku sudah tidak kuat lagi untuk menghirup udara, lenganku ingin sekali memelukmu agar kau tidak pergi dari hidup sedihmu, mulutku ingin sekali berbicara tentang yang sesungguhnya, tapi kenyataannya aku tidak bisa, aku tetap berpura-pura semuanya baik-baik saja.

"Ah, lo emang teman yang paling baik!" Itu yang kau katakan padaku saat aku memberikan dukukungan agar kau mengejar seseorang yang sangat kau cinta itu. Yang kau lihat adalah aku tersenyum dan mengiyakan kalimat mu, dan yang tidak kau ketahui adalah aku bisa menjadi lebih baik dari sekedar seorang teman, ya setidaknya itu harapan ku hingga saat ini.

Kau tahu bagaimana rasanya saat kau pamit untuk pergi? Aku hanya bisa melihat punggungmu menjauh, tersenyum pahit, dan tidak berani mengatakan apa-apa. Tapi yang sebenarnya aku rasakan adalah, aku ingin sekali menahan punggungmu untuk tetap berada disini, menangis karena tidak rela ditinggalkan, dan mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan. Tapi nyatanya aku tidak bisa. Dan lagi-lagi aku harus rela menerima kenyataan pahit ini.

Apa kau tahu mengapa aku selalu tertawa setiap bersamamu? Bukan karena aku bahagia, tapi karena aku berpura-pura bahagia. Layaknya seorang wanita berkaki jelek yang bersembunyi di balik jeansnya, dan seseorang penulis yang menyembunyikan luka disetiap tulisannya, aku hanya bisa menutupi rasa sesak dan sakit dihatiku dengan sebuah tawa yang memaksa, tapi setidaknya, itu dapat membuatku menjadi lebih tegar untuk menghadapi kenyataan pahit ini. Terkadang, orang yang paling sering tertawa kencang adalah orang yang paling mempunyai masalah berat dihidupnya. She just want covered all of her pain with a fake smile.

Aku benci dengan diriku yang selalu berpura-pura, aku benci pada mulutku yang selalu berucap bohong, aku benci pada kenyataan hidup ini bahwa aku ditakdirkan untuk menjadi seorang aktor dihidupku sendiri, memainkan peran yang kuciptakan sendiri.

Baiklah, aku bahagia melihat mu bahagia. Ah, mungkin kau rasa kalimat itu sungguh sangat munafik, bukan? Tapi apa kau yakin akan bisa menerima kenyataan jika aku mengungkapkan yang sebenarnya?

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog,My World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea