Suara alunan musik lagu Can't Let Go - Landon Pigg di Cafe
ini langsung tertangkap oleh kedua gendang telingaku. Aku amat mengenal lagu
ini, alunan musiknya, arti liriknya, dan suara yang biasa ikut mengaluni lagu
ini. Ya, suara dia dan diriku yang dulu saling melengkapi. Entah sudah berapa
lama, aku tidak pernah mendengar suara yang ku rindukan itu. Aku tidak yakin
dengan jumlahnya, yang jelas bagiku semua itu terasa sudah lama. Sudah lama
tidak ada yang menemaniku menyanyikan lagu-lagu favoritku. Ya.......... Sejak
kejadian itu, kejadian yang paling menyakitkan yang pernah aku alami. Kejadian
yang sangat ingin aku lupakan, tapi nyatanya, hingga saat ini, aku tidak bisa
untuk tidak mengingatnya. Layaknya rekaman-rekaman film dalam otakku, kejadian
itu akan memutar dengan sendirinya, tanpa bisa ku cegah.
3 Mei, 2011.
Ku nikmati cangkir ketiga Coklat Panas yang menemaniku dalam
kesendarianku. Ini sudah lebih 1 jam dari waktu yang ditentukan untuk bertemu
dengannya. Tidak biasanya dia membuatku menunggu selama ini, dia berkata ada
sesuatu penting yang harus di bicarakan. Entah apa, tapi sekarang, perasaanku
terasa gelisah dan sedikit sesak. Aku tidak tahu mengapa, mungkin karena rasa
panik dari kesimpulan yang ku buat sendiri.
Ku teguk aroma coklat panas untuk sedikit menenangkan
perasaanku. Rasa cokat mengalir di kerongkonganku dan ya, akhirnya aku bisa
mengendalikan perasaan ini. Walau terasa ada yang salah dalam hatiku,
setidaknya jantungku tidak berdebar kencang seperti tadi.
Sampai akhirnya aku menemukan sosok lelaki dalam balutan
siluet biru laut dan jeans hitam yang berada dalam kerumunan orang-orang. Aku
hanya menatapnya dari jauh, tapi seperti menyadari tatapan mataku, lelaki itu
menoleh dan tersenyum menghampiriku.
"Hai." Sapanya, sambil tersenyum. Tapi aku
merasakan bahwa itu hanya sebuah senyuman palsu. Dia memang tersenyum seolah
ceria, tapi aku bisa menangkap rasa gelisah yang ada di matanya. Ada yang
salah pada dirinya, yang aku tidak ketahui.
Aku hanya tersenyum tipis menjawab sapaannya, "Ada
apa?" Akhirnya, pertanyaan itu mucul juga dari bibirku. Aku sudah tidak
kuasa untuk menahan rasa penasaran yang dari tadi menumpuk menjadi satu garis
berantakan.
"Boleh aku memesan minuman dulu? Kau tahu, tidak mudah
menemukanmu dalam kerumunan banyak orang seperti ini." Ujarnya sambil
tersenyum. Aku memang menyukai senyuman itu, tapi lagi-lagi, aku seperti
menangkap sesuatu yang salah dalam gelagatnya.
"Silahkan." Ujarku sambil tersenyum.
Ada hening yang panjang setelahnya. Aku dan Dia sama-sama
mengunci bibir dan sibuk dengan pikiran dan pertanyaan-pertanyaan dalam otak
masing-masing.
Lagi-lagi, aku merasakan dadaku terasa sesak. Bukan karena
asma atau penyakit pernapasan, aku seperti merasakan...... Ada sesuatu yang
hilang satu persatu dalam hatiku, dan itu menimbulkan ruang kosong yang bisa
kurasakan sakitnya. Kembali ku meneguk coklat panas, sekedar untuk membuat diri
menjadi lebih tenang.
"Nes.." Panggil lelaki itu dengan lembut.
"Ya.." Aku hanya menanggapinya semampuku. Ternyata
coklat panas yang biasanya bisa membuatku menjadi lebih tenang, sekarang
pengaruhnya gagal total. Mungkin karena rasa panas itu sudah tidak terasa lagi.
"Kau tahu, aku datang kemari untuk membicaran
sesuatu." Ujarnya sambil menarik napas. Aku seperti merasakan akan ada
sesuatu yang terjadi.
"Ada apa?" Tanyaku setenang mungkin.
Dia tak kunjung menjawab. Wajahnya tertunduk dan tangannya
memegang erat cangkir yang berisi expresso itu. Aku ikut menunduk dan mencoba
menenangkan diri, tapi sekeras apapun aku berusaha menenangkan diri, pertanyaan
dan dugaan itu tetap berada di otakku. Membuatku menjadi takut, dan tidak ingin
melanjutkan pembicaraan ini lagi.
"But Nes, promise me you'll be fine.." Ujarnya
tenang. Tapi suaranya yang tenang itu malah bagaikan petir bagiku.
"I will." Ujarku sambil menarik napas. Entahlah,
apakah aku akan baik-baik saja atau tidak, apakah aku sudah siap mendengar
semua ini atau belum, aku tidak yakin.
Aku bisa merasakan Dia menghela napas.
"Kau tahu.. Rahayu, orangtuaku, dan
orangtuanya...." Kata-katanya terhenti. Kembali dia menghela napas,
mungkin dia sedang mencari kekuatan untuk mengatakan hal ini.
Ku hela napasku juga, aku juga sedang mencari kekuatan untuk
mendengar tentang hal ini. Dan lagi-lagi, aku bisa merasakan retakan-retakan
kecil dalam hatiku. Semen-semen yang berada dalam ruang hatiku sekarang sedang
goyah, dan entah akan sampai akan bisa bertahan.
"Mereka mendesak kami untuk segera melangsungkan
pertunangan....." Ujarnya sambil tertunduk lesu. Sekarang aku mengetahui
apa maksud dari tatapan matanya saat di depan kafe tadi, dia bukan sedang
mencariku, tetapi dia sedang mengulur waktu untuk mengatakan hal ini.
Aku ingin menjawab dan berteriak, tapi tidak ada satu kata
pun yang bisa keluar dari mulutku, tenggorokanku seperti tercekat dengan air
mata yang tertahan.
Dan akhirnya, retakan-retakan kecil yang tadi terjadi dalam
ruang hatiku kini sudah benar-benar hancur. Bangunan dalam hatiku kini sudah
benar-benar runtuh dan hanya meninggalkan bekas.... Bekas kenangan yang
menimbulkan luka, dan selamanya akan tetap berada disitu.
"Nes.. Please, don't cry. I'm so sorry........"
Ujarnya pelan. Aku bisa merasakan rasa khawatir dalam suaranya.
Aku menghela napas sekuat mungkin. Seolah-olah aku
membutuhkan seluruh udara yang berada di kafe ini. Dadaku terlalu sesak dan
tidak kuat menahan rasa sakit ini. Hatiku terlalu hancur untuk menatapnya. Aku
sekarang rapuh di hadapannya......
"I'm fine." Ujarku sambil tersenyum memaksa.
Lagi-lagi dia menghela napas, "Maaf, Nes. Tapi kau
harus tahu, aku masih mencintaimu."
Rasanya aku ingin menumpahkan coklat panas yang sudah dingin
ini kedalam otaknya. Agar dia sadar bahwa ucapannya salah dan malah membuat hatiku
semakin hancur dan rapuh.
"Tolong, dengan kau mengatakan kata-kata itu, kau malah
membuatku semakin terluka." Ujarku sedikit menambah volume suara. Aku
menghela napas, mencoba menenangkan hati yang sekarang sudah tidak berbentuk.
Dia terdiam, memandangku lekat-lekat, "Aku hanya ingin
jujur padamu. Aku masih men-"
Aku memotong pembicarannya, aku yakin aku tidak akan sanggup
jika mendengar lanjutan kalimat itu.
"Aku tidak mau dengar hal itu. Cukup! Hatiku sudah
berlubang, dan jangan kau tambahkan dengan lubang yang lain!" Aku
berteriak kali ini. Entahlah, aku sudah tidak berfikir secara logis. Luka-ku
sudah benar-benar sakit hingga mampu membuat kerja otakku terhenti.
"Kau tahu, itu menyakitkan untukku! Kita saling
menyayangi, tetapi keadaan membuat kita tak dapat bersama. Dan itu
menyakitkan.... Sangat menyakitkan untuk melihat orang yang mencintaiku dan ku
cintai akan menikahi perempuan lain." Akhirnya.... Air mataku mengalir
begitu saja, tanpa pernah ku hendaki. Aku menangis seolah-olah mengatakan
padanya bahwa aku rapuh dan hatiku sangat terasa pedih.
Kami saling terdiam. Aku menunduk sambil mengendalikan air
mataku agar tidak mengalir kembali. Dan aku bisa merasakan dia menatapku dengan
tatapan yang sama sakitnya.
"Nes.. Tolong. Kau menyakitiku dengan menangis seperti
ini." Ujarnya sambil memegang punggung tanganku.
Aku menampik tangannya, "Hahahaha kau merasakan
sakitnya?" Tanyaku dengan sinis.
"Jika kau memang merasa sakit saat melihatku menangis,
mengapa kau malah menyakitiku dan membuatku menangis? Kau tidak sadar siapa
yang membuat hujan di mataku ini?"
"Tolong, Nes.. Aku juga tidak ingin menyakitimu. Jika
aku bisa, aku akan memilih untuk terus mencintaimu dan tidak melukaimu."
Ujarnya sambil menghela napas.
"Mencintaiku? Jika kau memang mencintaiku, mengapa kau
menikahi perempuan itu?" Ujarku sangat sinis. Aku hanya ingin menunjukkan
padanya, bahwa aku ingin dia melakukan apa yang dia harapkan..
Dia hanya terdiam dan menghela napas. Entah ini sudah berapa
helaan yang dia keluarkan sejak pertama kami bertemu 45menit yang lalu.
"Seharusnya aku sadar dari awal, kau memang bisa
mencintai dua wanita sekaligus, tapi pada akhirnya, kau akan memilih satu di
antara mereka. Dan harusnya aku tau, aku akan menjadi orang yang tidak
terpilih." Ujarku sambil tersenyum pada diriku sendiri. Mataku menatap
sesuatu yang kosong. Seolah-olah aku baru menyadari sesuatu yang seharusnya
kusadari dari awal.
Aku menggigit bibir bawahku, menguatkaan diriku sendiri agar
tidak menangis lagi.
Dia menghela napas, kali ini lebih kuat, "Aku minta
maaf, Nes. Jika bisa, aku tidak-"
Aku memotong omongannya lagi, merasa ingin menamparnya saat
mendengar apa yang akan ia katakan, "Bullshit. Simpan omong kosongmu itu,
aku tidak membutuhkannya. Kau bisa pergi sekarang."
"Tapi.. Aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini."
"Apa gunanya kau berada disini? Kau hanya akan
membuatku semakin terluka. Lebih baik kau pergi, dan cintailah perempuan itu
seutuhnya. Jaga dia agar tidak mengalami sakit yang aku rasakan." Ujarku
kali ini lebih sinis, tapi aku mengatakannya dengan tulus. Aku tidak ingin
seorang pun merasakan sakitnya, walaupun perempuan itu adalah orang yang sudah
merebut pangeran impianku. Karena aku tahu bagaiman sakitnya perasaan ditinggalkan oleh orang yang kita cintai.
Dia bangkit dari kursinya, dan menghampiriku. Aku menampis
tangannya saat dia ingin memelukku, untuk apa pelukan itu, jika hanya akan
membuat luka ku semakin dalam.
Aku bisa merasakan dia mengehela napas dan melangkah pergi
menjauhiku. Aku hanya menunduk, tidak kuasa untuk melihat langkahan kakinya
yang akan menjauh.
"Semoga kau bahagia. Aku akan selalu menjadikanmu masa
lalu terindahku. Terima kasih atas segala pelajaran yang kau berikan."
Ujarku dalam hati.
Ku tegak kembali coklat panas yang sudah akan habis. Tegukan
terakhir kali ini menghantarkan kepergian lelaki yang amat aku cintai.
Cangkir coklat panas ini menjadi saksi atas perpisahan ku dan dirinya.
Sesaat, setelah aku benar-benar menghabiskan takaran
terakhir coklat panas ini, kulihat punggungnya benar-benar sudah menjauh...
Tegakan terakhir coklat panas yang tak tersisa, dan hanya menyisakan sebuah
kenangan antara aku dan dirinya..
**
Ku hela napas saat mataku tertuju pada bangku paling ujung
di kafe ini. Dulu, tempat itu adalah saksi perpisahan aku dan dirinya.
Tidak ada yang berubah dari kafe ini, rasa coklat panasnya
pun tidak berubah, begitupula dengan perasaanku.
Well I can't let go
No, I can't let go of you
You're holding me back without even trying to.
I can't let go
I can't move on from the past
Without lifting a finger you're holding me back.
Ku nyayikan sepenggal lirik yang biasa kami nyanyikan
bersama dalam keadaan berbisik. Ku teguk coklat panas yang akhirnya membawa
sisa-sisa kenangan yang dulu kembali lagi..
Ah, Ron, apakah kau sekarang sudah bahagia?
0 komentar:
Posting Komentar